Sunday, October 11, 2009

Karena Anak Ingin Dimengerti

Bukan, bukan, I'm not talking about female sanitary napkins (atau dalam bahasa Indonesia, sophteks). Tapi saya ingin menceritakan betapa ibunda saya sebagai manusia dewasa sangat mengerti saya, anak gadisnya yang masih praremaja (pra? yakin?).

Beberapa hari yang lalu, saya mengalami titik beku, alias titik paling rendah dalam kehidupan. Selama seharian itu saya murung terus karena stres dan ketidakmampuan untuk melakukan hal yang dapat menghilangkan stres. Penyebab stres saya hari itu adalah midtes yang sulit dan beberapa hal mengenai kehidupan sosial saya; dan yang seharusnya jadi penghilang stres saya adalah jalan bersama teman-teman SMP di hari peralihan midtes (alih dari midtes non-stres ke midtes stres alias kimia fisika).

Saya cemberut seharian.
Nonton Opera Van Java cemberut.
Jalan dari ruang ke ruang di rumah cemberut.
Belajar cemberut.
Mandi cemberut.
Ngaca cemberut.
Nyisir cemberut.
Twitteran pun sambil cemberut.
(by the way, twitter saya twitter.com/dyzavanska, mampir ya! hoho)

Akhirnya pada malam ketika kecemberutan saya sudah mencapai puncak [bentuk mukanya gini: :(((((((((((( ], saya nangis memeluk ibu saya dan mengeluarkan unek-unek yang selama ini ada di pikiran saya.

Sewaktu saya mengeluarkan unek-unek, saya merasa seperti sedang melakukan terapi curah. Tahu kan curah itu apa? Terapi mengeluarkan cairan kotor (ingus, belek, dan sebagainya) dari dalam tubuh untuk membersihkan tubuh. Kata ayah saya, rasanya melegakan. Ya, kurang lebih perasaan saya seperti itu.

Kotak tisu habis setengah kotak, lalu ibu saya mulai memberi saran dan masukan dan kata-kata yang mengademkan hati.

Salah satu quote yang bagus yang mirip dengan quote ibu saya adalah (saya lupa ibu saya ngomong apa, ini intinya):

"Meskipun dunia memaksamu untuk berubah, bagian terbaik dari dirimu adalah tetap menjadi diri sendiri."
Memang menjadi diri sendiri itu susah ya.
Sejak dibilangi ini, saya berusaha untuk kembali menjadi diri sendiri karena itu lebih menyenangkan dan lebih murni terlihat seperti dua kali penyaringan. Lagipula, saya masih dalam usia mencari jati diri kok. (Jati diri tuh apa sih, ada tuh teman sekelas saya namanya jati diri.. (ga lucu dyz))

Setelah hari itu, saya merasa bahwa memanglah pantas kita berikan penghormatan sebesar-besarnya kepada orangtua kita, karena mereka telah merasakan betapa asamnya dunia (yang mungkin terasa berat bagi kita) dan telah belajar darinya. Merekalah yang telah membesarkan kita sampai hari ini kita dapat merasakan rasa asam yang dulu pernah mereka rasakan semasa muda.


Belajar dari pengalaman merekalah, kini mereka punya berbagai cara agar keturunannya tidak mengalami hal buruk yang pernah mereka rasakan dulu. Meskipun dimarahi orangtua ga enak, diceramahi panjang lebar padahal kita udah ngerti intinya juga ga enak, mungkin itu adalah cara mereka untuk melindungi anaknya. Mungkin.

Saya pun masih belajar untuk mengerti mereka dan mengerti kehidupan.
Belajar bersama yuk.

Love your parents, love your life, boys and girls ♥ (<- sok deh yang baru belajar HTML)

Ciao.

No comments: