Ketika saya sedang menunggu pintu teater IV (studio tempat film ini diputar) dibuka, posisi duduk saya sudah ga nyaman dengan menggoyang-goyangkan kaki ke kanan dan ke kiri. Hal ini membuat teman menonton saya, Mbak Gonzalez (nama disamarkan), bingung dan menanyakan keadaan saya. Sebenernya saya ga kenapa-napa, saya hanya takut film ini akan mengecewakan saya dengan penggambaran cerita yang tidak sesuai dengan imajinasi yang telah saya ciptakan.
Kesempatan ini telah saya nanti sejak saya menyelesaikan buku 'Angels & Demons' beberapa hari yang lalu. Ekspektasi utama saya ketika menonton filmnya adalah: melihat figur sesungguhnya dari kota Vatikan dan Roma. Selain itu, saya juga ingin mencocokkan imajinasi saya akan Camerlengo Carlo Ventresca (yang saya bayangkan berwajah muda, tampan, dan berkharisma) dengan karakternya di film yang berganti nama menjadi Camerlengo Patrick McKenna (yang memang terlihat muda, tampan, dan berkharisma).
Camerlengo Patrick McKenna itu yang di sebelah kanan
Plot bukunya yang benar-benar mengalir dan memperlihatkan sudut pandang cerita dari tokoh-tokohnya, serta twist pada ending cerita benar-benar membuat pembacanya merasa.... dibodohi plot, sekaligus merasa terpintarkan karena membaca buku novel yang begitu penuh dengan sejarah dunia agama dan dunia ilmu pengetahuan. Begitu pula dengan penonton filmnya.... yang ikut terbodohi plot sekaligus terpintarkan.
Meskipun plot dalam kedua media cerita ini sama-sama mengalir lancar, tapi jelas, plot dalam film lebih singkat daripada plot dalam novel. Dalam film, peran Maximillian Kohler, direktur CERN yang mengundang Robert Langdon ke CERN dan ke meminta Robert mewakilinya ke Vatikan, digantikan oleh seorang polisi Vatikan yang tiba-tiba datang ke Harvard dan menceritakan semuanya pada Robert. Selanjutnya, sang polisi Vatikan tersebut hilang entah kemana. Peran The 11th Hour Samaritan juga tidak muncul dalam film. Perannya sebagai penyampai kebenaran digantikan oleh 'orang dalam' dari Vatikan (ups bocor dikit spoilernya). Padahal kemunculan tokoh ini benar-benar membuat saya dag-dig-dug membacanya.
Hubungan asmara antara Robert dan Vittoria Vetra tidak ditonjolkan dalam filmnya. Mungkin kalau di film, hubungan seperti itu akan terkesan sangat cheesy seperti hubungan Sandra Bullock dan Keanu Reeves dalam film 'Speed'. Ya, pada akhirnya Robert dan Vittoria tidak terus bersama karena Robert terakhir melihat Vittoria setahun sebelum peristiwa di Museum Louvre terjadi (The DaVinci Code). Sama persis seperti Reeves yang hubungannya putus dengan Bullock dan digantikan oleh pria lain dalam film 'Speed 2'.
Setelah membaca 'Angels & Demons' ini saya terus membaca buku-buku Dan Brown yang lain. Terus sekarang saya kena "Dan Brown's syndrome" nih... Parah...
Ini adalah ambigram bertuliskan 'Illuminati' karya John Langdon (bukan Robert Langdon, melainkan seorang seniman yang namanya menginspirasi Dan Brown dalam menamai tokoh utama buku-bukunya) yang dapat terbaca jelas meskipun diputar 180 derajat
Keren kan? Keren kan?
Makanya sekarang saya jadi freak banget soal buku-bukunya Dan Brown...
Ya ampun...
Kapan belajarnya...
2 comments:
KEREN! saya adalah mbak gonzales wkwkwk
blajidad gue juga suka tuh tentang sejarah roma kuno maupun greece sama bahasa latin, lo sering2 post gituan aja klo gada topik, male browsing nih
Post a Comment